Minggu, 27 Desember 2009

Zakat Emas dan Perak

Makalah

“Zakat Emas dan Perak”


Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Pelengkap
Bidang Studi Hadits II


Disusun Oleh : Fedi Moh. Ghifary A.
Prodi : PAI
Semester : III (tiga)
Dosen : Gun gun Abdul Basith, S. Ag.


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI)
PERSATUAN ISLAM - GARUT
Tahun 2009





ZAKAT EMAS DAN PERAK

بسم الله الرحمن الرحيم

- عَنْ عَلِيّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلّمَ قَالَ: إِذَا كَانَتْ لَكَ مِائَتَا دِرْهَمٍ وَحَالَ عَلَيْهَا الحَوْل، فَفِيْهَا خَمْسَةُ دَرَاهِمٍ، وَلَيْسَ عَلَيْكَ شَيْء يَعْنِي فِي الذَّهَبِ حَتَّى يَكُوْنَ لَكَ عِشْرُوْنَ دِيْنَارًا، فَإِذَا كَانَ لَك َعِشْرُونَ دِيْنَارًا، وَحَالَ عَلَيْهَا الحَوْل فَفِيْهَا نِصْفُ دِيْنَار، فَمَا زَادَ فَبِحِسَابُ ذَلِكَ. رواه أبو داود وصحّحه الألباني
Artinya :
Dari sahabat Ali radhiallahu 'anhu, ia meriwayatkan dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda: "Bila engkau memiliki dua ratus dirham, dan telah berlalu satu tahun (sejak memilikinya), maka padanya engkau dikenai zakat sebesar lima dirham. Dan engkau tidak berkewajiban membayar zakat sedikitpun –maksudnya zakat emas- hingga engkau memiliki dua puluh dinar. Bila engkau telah memiliki dua puluh dinar, dan telah berlalu satu tahun (sejak memilikinya), maka padanya engkau dikenai zakat setengah dinar. Dan setiap kelebihan dari (nishab) itu, maka zakatnya disesuaikan dengan hitungan itu." (Riwayat Abu Dawud, Al Baihaqy dan dishahihkan oleh Al Albani)

عن أبي سَعِيدٍ رضي الله عنه يقول: قال النبي صلى الله عليه و سلم : ليس فِيمَا دُونَ خَمْسِ أَوَاقٍ صَدَقَةٌ. متفق عليه
Artinya :
Dari sahabat Abu Sa'id Al Khudri radhiallahu 'anhu, ia menuturkan: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Tidaklah ada kewajiban zakat pada uang perak yang kurang dari lima Uqiyah." (Muttafaqun 'alaih)

Dan pada hadits riwayat Abu Bakar radhiallahu 'anhu, dinyatakan:

وفي الرِّقَّةِ رُبْعُ الْعُشْر. رواه البخاري
Artinya :
"Dan pada perak, diwajibkan zakat sebesar seperdua puluh (2,5 %)." (Riwayat Al Bukhari)

A. Pengertian Zakat

Ditinjau dari segi bahasa, kata zakat mempunyai beberapa arti, yaitu al-Barakatu 'keberkahan', al-namaa 'pertumbuhan atau perkembangan', ath-thaharatu 'kesucian', dan ash-shalahu 'keberesan'. Sedangkan menurut istilah, meskipun para ulama mengemukakan dengan redaksi yang berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya, akan tetapi pada prinsipnya sama, yaitu bahwa zakat adalah Sebagian dari harta dengan persyaratan tertentu, yang Allah SAW mewajibkannya kepada pemiliknya, yang diberikan kepada yang berhak menerimanya, dengan persyaratan tertentu pula.

B. Hukum Zakat dan kedudukannya dalam Agama

Zakat adalah kewajiban bagi setiap orang (Fardhu 'Ain) yang memenuhi syarat-syarat diwajibkannya zakat. Dan sungguh kewajibannya ditetapkan dalam Al-Quran , As-Sunnah dan Ijma'. Salah satu dalil diwajibkannya adalah Al-Quran surat al-Baqarah ayat 110,

Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat….(al-Baqarah : 110)
... وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآَتُوا الزَّكَاةَ
Dan kedudukannya dalam Islam, zakat adalah salah satu rukun dari rukun-rukun Islam yang lima, yaitu rukun yang ketiga setelah mengucapkan dua shahadat dan salat.


C. Hikmah disyariatkannya Zakat

Di antara hikmah disyariatkannya zakat adalah sebagai berikut :

1.Membersihkan jiwa manusia dari kotoran kikir, keburukan, dan kerakusan
2.Membantu orang-orang miskin dan menutup kebutuhan orang-orang yang berada dalam kesulitan dan penderitaan.
3.Menegakkan kemaslahatan-kemaslahatan umum dimana kehidupan dan kebahagiaan umata sangat terkait dengannya
4.Mengatasi kebengkakan kekayaan di tangan orang-orang kaya dan para pedagang,agar harta tidak beredar di kalangan tertentu, atau hanya sekedar di kalangan orang-prang kaya saja

D. Syarat wajib zakat

Syarat wajib zakat ;
1.Islam,zakat tidak akan diterima dari orang kafir dan murtad
2.Merdeka, hamba sahaya tidak wajib zakat.
3.Sampainya nisab harta
4.Sampainya nisab setahun penuh
5.Milik sempurna yang dalam kemdalinya.

E. Harta-harta yang wajib dizakati

Mengenai harta yang wajib dizakati ini cukup banyak dan detail sebagaimana yang disebutkan oleh Dr. Yusuf A-Qardhawy yang mencakup :

1. Zakat binatang ternak
2. Zakat emas dan perak / zakat uang
3. Zakat kekayaan dagang
4. Zakat pertanian
5. Zakat madu dan produksi hewani
6. Zakat barang tambang dan hasil laut
7. Zakat investasi pabrik, gedung, dll
8. Zakat pencarian dan profesi
9. Zakat saham dan obligasi

Dari semua harta yang wajib dizakati di atas, Insya Allah saya akan bahas salah satunya sesuai dengan tema yang diberikan kepada saya yaitu "Zakat Emas dan Perak", dimana zakat emas dan perak ini penting bagi kita pada umumnya untuk mengetahuinya.

F. Zakat Emas dan Perak

a. Kewajiban zakat emas dan perak

Kewajiban zakat uang telah ditetapkan dalam Alquran, hadis dan ijmak. Allah swt. berfirman,
وَالَّذِينَ يَكْنِزُونَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلَا يُنْفِقُونَهَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ
"Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih…"
Adapun dalam hadis telah dinyatakan dalam sabda Rasulullah saw., "Tidak seorang pemilik emas dan perak pun yang tidak melaksanakan haknya (zakatnya) kecuali pada hari kiamat nanti emas dan perak tersebut akan dijadikan lempengan-lempengan api yang dipanaskan dalam neraka Jahanam kemudian akan disetrikakan ke sisi tubuhnya, keningnya dan punggungnya."

b. Nishab zakat Emas dan Perak

Sebagaimana Hadits-hadits yang saya kemukakan di atas sebagian dalil tentang penentuan nishab zakat emas dan perak, dan darinya kita dapat simpulkan beberapa hal:

1.Nishab adalah batas minimal dari harta zakat yang bila seseorang telah memiliki harta sebesar itu, maka ia wajib untuk mengeluarkan zakat. Dengan demikian, batasan nishab hanya diperlukan oleh orang yang hartanya sedikit, untuk mengetahui apakah dirinya telah berkewajiban membayar zakat atau belum. Adapun orang yang memiliki emas dan perak dalam jumlah besar, maka ia tidak lagi perlu untuk mengetahui batasan nishab, karena sudah dapat dipastikan bahwa ia telah berkewajiban membayar zakat. Oleh karena itu pada hadits riwayat Ali radhiallahu 'ahu di atas, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menyatakan: "Dan setiap kelebihan dari (nishab) itu, maka zakatnya disesuaikan dengan hitungan itu."
2.Nishab emas, adalah 20 (dua puluh) dinar, atau seberat 91,3/7 gram emas.
3.Nishab perak, yaitu sebanyak 5 (lima) uqiyah, atau seberat 595 gram.
4.Kadar zakat yang harus dikeluarkan dari emas dan perak bila telah mencapai nishab adalah 1/40 atau 2,5 %.
5.Perlu diingat bahwa yang dijadikan batasan nishab emas dan perak di atas adalah emas dan perak murni (24 karat) . Dengan demikian, bila seseorang memiliki emas yang tidak murni, misalnya emas 18 karat, maka nishabnya harus disesuaikan dengan nishab emas yang murni (24 karat), yaitu dengan cara membandingkan harga jualnya, atau dengan bertanya kepada toko emas atau ahli emas, tentang kadar emas yang ia miliki. Bila kadar emas yang ia miliki telah mencapai nishab, maka ia wajib membayar zakatnya, dan bila belum, maka ia belum berkewajiban untuk membayar zakat.

Menurut mazhab Hanafiah emas dapat digunakan untuk melengkapi nisab perak yang ada, yaitu harganya bukan bendanya. Sehingga dihitung harga emas yang ada sesuai perbandingan dengan nisabnya kemudian dihitung pula harga perak yang ada, bila sudah mencapai nisab, maka harus dizakati. Karena pengertian "kaya" telah terwujud dengan memiliki nilai sebesar nisab. Begitu juga halnya dengan komoditas perdagangan lain harus digabungkan dengan emas dan perak yang ada untuk melengkapi nisab. Nisab uang, baik uang kertas dan uang logam, dihitung berdasarkan emas, yaitu yang sama dengan harga 85 gram emas murni. Yang dimaksud dengan emas murni ialah yang masih berupa batangan dengan kadar karat 99,9% sesuai dengan harga pada waktu mencapai haul di negeri si pembayar zakat.
Dan perlu diketahui juga, bahwa batasan nishab ini hanya perlu diketahui oleh orang yang harta bendanya berjumlah sedikit. Adapun orang yang hartanya melimpah ruah, maka tidak mengapa bila ia tidak mengetahui batasan nishab. Ia dapat langsung mengambil 1/40 atau 2,5% dari total harta kekayaannya dan diberikan kepada yang berhak menerimanya.

Bagaimana apabila Nishab uang disatukan dengan nishab emas atau perak?

Para ulama' menyatakan bahwa nishab emas atau nishab perak dapat disempurnakan dengan uang atau sebaliknya. (Maqalaat Al Mutanawwi'ah oleh Syeikh Abdul Aziz bin Baaz 14/125.)

Berdasarkan pemaparan di atas, bila seseorang memiliki emas seberat 50 gram seharga Rp 10.000.000, dan ia juga memiliki uang tunai sebesar Rp 13.000.000, sedangkan harga 1 gram emas adalah Rp 200.000, maka ia berkewajiban membayar zakat 2,5%. Walaupun masing-masing dari emas dan uang tunai yang ia miliki belum mencapai nishab, akan tetapi ketika keduanya digabungkan, jumlahnya mencapai nishab.

Sebagai contoh: Bila seseorang memiliki emas seberat 100 gram dan telah berlalu satu haul, maka ia boleh mengeluarkan zakatnya dalam bentuk perhiasan emas seberat 2,5 gram. Sebagaimana ia juga dibenarkan untuk mengeluarkan uang seharga emas 2,5 gram tersebut. Bila harga emas di pasaran adalah Rp. 200.000, maka, ia berkewajiban untuk membayarkan uang sejumlah Rp. 500.000,- kepada yang berhak menerima zakat.

Syeikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin rahimahullah berkata: "Aku berpendapat bahwa tidak mengapa bagi seseorang untuk membayarkan zakat emas dan perak dalam bentuk uang seharga zakatnya. Ia tidak harus mengeluarkannya dalam bentuk emas. Yang demikian itu lebih bermanfaat bagi para penerima zakat. Biasanya orang fakir bila engkau beri pilihan antara menerima dalam bentuk kalung emas, atau menerimanya dalam bentuk uang, mereka lebih memilih uang, karena itu lebih berguna baginya."


Bagaimana apabila emas itu dipakai untuk perhiasan ?

Ketika emas dan perak menjadi perhiasan yang dipakai, maka hukum mengeluarkan zakatnya menjadi pembahasan yang hangat diantara para ahli fikih. Dalam perhiasan, masalah zakat ada yang disepakati dan ada yang diperselisihkan. Yang disepakati adalah bahwa tidak wajib zakat pada perhiasan yang berupa intan, berlian, mutiara, yaqut, dan batu-batu permata lainnya. Adapun yang mereka perselisihkan adalah perihal wajib tidaknya zakat perhiasan dari emas dan perak.
Perbedaan pendapat ini terbagi kepada dua. Pertama, pendapat yang memandang wajibnya zakat perhiasan dari emas dan perak. Ini merupakan pendapat Abu Hanifah r.a., Ibnu Hazm, dan lain-lain yang sependapat dengan mereka. Dalil yang mereka gunakan adalah sebagai berikut.

1.Keumuman firman Allah dalam surah At-Taubah ayat 34 yang artinya, "Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih."
2.Keumuman sabda Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam, yang artinya, "Dalam perak ada zakat sebanyak seperempat dari sepersepuluhnya (seperempat puluh)."
3.Sabda Nabi saw. yang artinya, "Tiada pemilik emas dan perak yang tidak menunaikan kewajiban zakatnya melainkan pada hari kiamat nanti akan disetrikakan padanya lempeng-lempeng dari api neraka."
4.Dari A'isyah Radhiyallahu 'anha, ia berkata, suatu ketika Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam datang kepadaku dan melihat di tanganku ada cincin-cincin perak, lalu beliau bertanya kepadaku: "Apa ini hai A'isyah?" saya jawab, "Saya membuatnya agar aku berhias dengannya untukmu, wahai Rasulullah." Beliau bertanya: "Apakah engkau keluarkan zakatnya?" aku jawab, "Tidak." "Maa syaa Allah!" beliau berkata: "Itu sudah cukup memasukkanmu ke neraka."
5.Dari segi dalil aqly , mereka memandang bahwa perhiasan emas dan perak sama dengan dinar dan dirham yang diwajibkan zakatnya.

Kedua, pendapat para imam yang tiga (Malik, Syafi'i, dan Ahmad) serta yang sepakat dengan mereka, bahwa tidak wajib zakat pada perhiasan. Dalil mereka adalah sebagai berikut.

1.Riwayat Jabir Radhiyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda yang artinya, "Tidaklah wajib zakat pada perhiasan." Imam Baihaqi berkata, "Ini sebenarnya diriwayatkan dari ucapan Jabir."
2.Berdasarkan salah satu dalil ushul fikih tentang bara'ah ashliyyah, yaitu bahwa segala sesuatu tidak ada kewajiban sampai adanya nash atau perintah dari syara yang sahih. Disamping itu, zakat hanya diwajibkan pada harta yang hidup dan menghidupkan, sedangkan perhiasan tidaklah demikian, karena dipakai untuk dinikmati.
3.Banyak atsar dari para sahabat yang menyebutkan tidak adanya zakat perhiasan, di antaranya dari Qasim bin Muhammad bahwa Aisyah Radhiyallaahu 'anha, istri Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam, menjadi wali atas putri-putri saudaranya yang sudah yatim dalam asuhannya, mereka memiliki perhiasan dan ia tidak mengeluarkan zakatnya. Dan masih banyak lagi atsar yang menyatakan tidak adanya zakat pada perhiasan.

Yusuf al-Qaradhawi menguatkan pendapat yang tidak mewajibkan zakat pada perhiasan, sebagaimana tidak wajibnya zakat pada ternak yang digunakan untuk bekerja. Inilah pendapat jumhur yang bisa dijadikan patokan hukum. Namun, berkaitan dengan atsar di atas, Imam Malik Rahimahullah mengatakan, "Barangsiapa yang memiliki emas atau perhiasan emas dan perak yang tidak dipakai maka setiap berlalu satu tahun (tahun hijriyyah), ia wajib mengeluarkan zakatnya seperempat puluhnya, kecuali jika tidak sampai dua puluh dinar atau dua ratus dirham (nishab). Sayyid Sabiq mengutip perkataan Al-Khaththabi, "... dan langkah yang lebih aman adalah mengeluarkan zakatnya.

Perlu diperhatikan di sini bahwa perbedaan pendapat ini adalah pada perhiasan yang halal dipakai dan tidak melewati batas kewajaran. Adapun perhiasan yang disimpan dan tidak dipergunakan, seperti perhiasan-perhiasan yang dijadikan koleksi dan pajangan, maka wajib mengeluarkan zakatnya.

Para ulama telah sepakat wajibnya zakat atas perhiasan yang haram dipakai seperti perhiasan yang dipakai laki-laki, atau bejana emas dan perak yang dijadikan tempat makan dan minum. Sedangkan terhadap perhiasan yang dipakai oleh kaum perempuan, jumhur ulama sepakat akan tidak wajibnya zakat bagi perhiasan selain emas dan perak yang dipakai perempuan seperti intan, mutiara dan permata. Salah satu alasan yang dikemukakan adalah bahwa benda-benda tersebut tidak berkembang, tetapi sekedar kesenangan dan perhiasan bagi kaum perempuan yang diizinkan Allah sebagaimana tersebut dalam QS An Nahl : 14.

Perhiasan emas yang haram dipakai tetapi dimiliki oleh kaum lelaki harus dikeluarkan zakatnya, seperti gelang dan jam tangan. Begitu juga wanita yang memakai perhiasan kaum lelaki harus membayarkan zakatnya karena haram bagi dirinya. Adapun cincin perak tidak dikenakan kewajiban zakat karena halal dipakai kaum lelaki. Singkatnya, pendapat yang paling kuat adalah bahwa seluruh perhiasan emas dan perak yang haram dipakai, wajib dizakati bila telah mencapai nisab dengan sendirinya.
Dengan demikian, maka ada dua jenis emas yang akan menentukan perbedaan perlu atau tidaknya dibayarkan zakatnya.

a. Emas yang tidak terpakai
Yang termasuk dalam kategori ini adalah emas yang tidak digunakan sehari-hari baik sebagai perhiasan atau keperluan lain (disimpan).
Contoh perhitungan zakatnya sebagai berikut: Khadijah memiliki 100 gram emas tak terpakai, setelah genap satu tahun maka ia wajib membayar zakat setara dengan 100 X 2,5 % = 2,5 gram emas. Jika harga emas saat itu adalah Rp 100.000 maka ia dapat membayar dengan uang sebanyak 2,5 X 100.000 = Rp 25.000.

b. Sebagian emas terpakai
Emas yang dipakai adalah dimaksudkan dalam kondisi wajar dan jumlah tidak berlebihan. Atas bagian yang terpakai tersebut, tidak diwajibkan membayar zakat.
Contoh perhitungan zakatnya sebagai berikut: Seorang wanita mempunyai emas 120 gr, dipakai dalam aktivitas seharihari sebanyak 15 gr. Maka zakat emas yang wajib dikeluarkan oleh wanita tersebut adalah 120 gr - 15 gr = 105 gr. Bila harga emas Rp 70.000,- maka zakat yang harus dikeluarkan sebesar: 105 x 70.000 x 2,5 % = 183.750


Nishab Zakat Uang Kertas

Pada zaman dahulu, umat manusia menggunakan berbagai macam cara untuk bertransaksi dan bertukar barang, agar dapat memenuhi kebutuhannya. Pada awalnya, kebanyakan dari mereka menggunakan cara barter, yaitu tukar menukar barang. Akan tetapi tatkala mereka menyadari bahwa cara ini kurang praktis, terlebih-lebih bila kebutuhannya dalam sekala besar mereka berupaya mencari alternatif lain. Hingga pada akhirnya mereka mendapatkan bahwa emas dan perak, barang berharga yang dapat dijadikan sebagai alat transaksi antara mereka, dan sebagai alat untuk mengukur nilai suatu barang.
Dan beberapa waktu silam, umat manusia kembali merasakan adanya berbagai kendala dengan uang emas dan perak, merekapun kembali berpikir untuk mencari barang lain yang dapat menggantikan peranan uang emas dan perak. Pada akhirnya ditemukanlah uang kertas, dan mulailah umat manusia menggunakannya sebagai alat transaksi dan pengukur nilai barang, menggantikan uang dinar dan dirham.
Berdasarkan hal ini, maka para ulama' menyatakan bahwa uang kertas yang diberlakukan oleh suatu negara memiliki peranan dan hukum seperti peranan dan hukum uang dinar dan dirham. Dengan demikian berlakulah padanya hukum-hukum riba dan zakat.
Secara singkat tentang nishab zakat uang dapat disimpulkan bahwa nishab dan berbagai ketentuan tentang zakat uang adalah mengikuti nishab dan ketentuan salah satu dari emas atau perak. Oleh karena itu, para ulama' menyatakan bahwa nishab emas atau nishab perak dapat disempurnakan dengan uang atau sebaliknya.
Syeikh Abdul Aziz bin Baz menyatakan: "Bila uang kertas yang dimiliki seseorang telah mencapai batas nishab salah satu dari keduanya (emas atau perak), dan belum mencapai batas nishab yang lainnya, maka penghitungan zakatnya wajib didasarkan kepada nishab yang telah dicapai tersebut".
Sebagai contoh apabila seseorang memiliki emas seberat 50 gram seharga Rp. 10.000.000, dan ia juga memiliki uang tunai sebesar Rp. 13.000.000, sedangkan harga 1 gram emas adalah Rp. 200.000, maka ia berkewajiban membayar zakat 2,5 %. Walaupun masing-masing dari emas dan uang tunai yang ia miliki belum mencapai nishab, akan tetapi ketika keduanya digabungkan, jumlahnya mencapai nishab. Dengan demikian orang tersebut berkewajiban membayar zakat sebesar Rp. 575.000,- dengan perhitungan sebagaimana berikut:
Rp 10.000.000 + 13.000.000 x 2,5 % (23.000.000 : 40) = Rp 575.000,-

c. Syarat kewajiban zakat emas, perak dan uang

Zakat uang, emas dan perak itu hanya wajib apabila telah memenuhi syarat-syaratnya sesuai dengan yang telah dijelaskan sebelumnya.

d. Volume zakat emas, perak dan uang

Volume yang wajib dibayarkan dari zakat emas, perak dan uang ialah sebesar 1/40 (2,5%).



e. Cara pembayaran Zakat Emas dan Perak

Orang yang hendak membayar zakat emas atau perak yang ia miliki, maka ia dibolehkan untuk memilih satu dari dua cara berikut :
1. Membeli emas atau perak sebesar zakat yang harus ia bayarkan, lalu memberikannya langsung kepada yang berhak menerimanya.
2. Ia membayarnya dengan uang kertas yang berlaku di negerinya sejumlah harga zakat (emas atau perak) yang harus ia bayarkan pada saat itu. maka hasil perkalian volume zakat yang wajib dibayarkan dengan harga per gramnya itulah jumlah yang harus dibayarkan. Contohnya, 25 gram emas volume zakat dengan harga 4 dinar per gram, jadi 25 x 4 = 100 dinar.

Bagaimana harga emas dan perak di pasaran setiap saat mengalami perubahan ?

Harga emas dan perak di pasaran setiap saat pasti mengalami perubahan, sehingga bisa saja ketika membeli, kita membeli tiap 1gram seharga Rp 100.000, dan ketika berlalu satu tahun, harga emas telah berubah menjadi Rp 200.000, atau sebaliknya, pada saat beli 1 gram emas berharga Rp. 200.000,- sedangkan ketika jatuh tempo bayar zakat, harganya turun menjadi Rp 100.000. Pada kejadian semacam ini, yang menjadi pedoman dalam pembayaran zakat adalah harga pada saat membayar zakat, bukan harga pada saat beli.

Bagaimana jika terjadi campuran harta emas dengan perak atau perak dengan perunggu?

Para ulama fikih sepakat bahwa tidak ada kewajiban zakat dalam harta campuran sebelum barang yang murni mencapai nisab yang penuh, Dengan demikian, siapapun yang memiliki emas atau perak yang tercampur dengan barang lain, maka dia tidak wajib mengeluarkan zakatnya. Ia hanya wajib mengeluarkan zakat ketika emas dan peraknya telah mencapai nisab.












DAFTAR PUSTAKA

-As-Sayyid Sabiq, Fiqh Al-Sunnah, Jilid 2 (Beirut: Dar Al-Fikr, 1992)
-As-sayyid salim, Sahih Fiqh Al-Sunnah, Jilid 2 (Mesir : Maktabah At-Taufiyah, 2003)
-Al-Jazairi, Abu Bakr Jabir, Ensiklopedi Muslim Minjajul Muslim, (Jakarta : Darul Falah, 2000).
-Asy-Syiddiy, Adil dan Al-Mazyad, Ahmad, Rukun-rukun Islam, (Riyad : Dar Ath-thaibah, tt).
-Al Utsaimin, Muhammad bin Sholeh, Majmu' Fatawa wa Rasaa'il, (Riyad : Dar Ats-Tsariya linnasyir, 2003)
-As Shan'ani, Kitab Subulus Salaam
-Baga, Lukman Moh, Fiqh Az-Zakat (Sari penting kitabYusuf Al-Qardhawy), (Bogor, 1997)
-Labib MZ, Muhtadim, Himpunan Hadits Pilihan, (Surabaya : Penerbit ”Tiga Dua", 1993)
-Suryana, M. Karman, Materi Pendidikan Agama Islam,(Bandung : PT Remaja Rosdakarya Offset, 2003)
-qultummedia.com
-zakat.al-islam.com dan artikel lainnya dari Internet